Kamis, 05 Juli 2012

KELAHIRAN BINTANG

1
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil. Ruang antar bintang diisi oleh materi yang kemudian disebut sebagai materi antar bintang (instellar medium). Sebagian besar materi antar bintang adalah hidrogen dan sisanya adalah helium serta elemen berat lainnya (3-28%). Terkadang materi antar bintang nampak sebagai awan gas dan debu yang disebut nebula. Gambar 2 menunjukkan suatu nebula. Berdasarkan pengamatan, di sekitar awan tebal dari gas dan debu biasanya ditemukan bintang-bintang muda. Bintang diduga lahir dari awan gas dan debu.

Gambar 2. Materi antar bintang yang disebut nebula
Jika sebuah bintang cukup panas, gas yang ada di dekatnya dapat terionisasi menghasilkan nebula emisi. Nebula emisi merupakan nebula dengan spektrum emisi, biasanya menunjukkan garis-garis Balmer yang cukup kuat karena jumlah hidrogen yang melimpah. Terkadang sinar dari sebuah bintang terhambur oleh partikel debu di nebula, sehingga nampak nebula berwarna biru yang disebut dengan nebula pantulan. Keberadaan nebula yang tebal dan rapat dapat diketahui dari terhalangnya sinar dari bintang-bintang jauh yang nampak sebagai awan gelap. Materi antar bintang juga nampak dari garis serapan sempit kalsium dan natrium pada spectrum beberapa bintang-bintang kelas O dan B. Bintang kelas O dan B terlalu panas untuk memiliki spektrum kalsium dan natrium. Garis serapan bintang umumnya lebar karena adanya pelebaran Doppler akibat suhu bintang yang sangat panas. Keberadaan materi antar bintang juga dapat diketahui dari pengamatan pada panjang gelombang inframerah, sinar X, dan radio.
 Bintang terbentuk di dalam awan molekul. Awan molekul yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan suhu 10-30 K dan kerapatan tertinggi yaitu 1000 atom/cm3. Sebagian besar awan ini terdiri dari hidrogen, helium, dan beberapa persen elemen berat. Pada suhu rendah tersebut hidrogen berada pada fase molekul, oleh karenanya dikenal dengan nama awan molekul. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat pembentukan alam semesta. Gambar 3 menunjukkan pembentukan bintang dari awan molekul.

Gambar 3. Proses pembentukan protobintang dari awan molekul
(Denny Darmawan, 2008: 8)
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Akibat ketidakstabilan tersebut sekelompok materi antar bintang menjadi lebih mampat dari pada sekitarnya. Bagian luar awan tertarik oleh gaya gravitasi materi di bagian dalam, akibatnya awan akan mengerut dan mampat. Peristiwa tersebut disebut dengan kondensasi. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun.
Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri. Instabilitas Jeans adalah syarat sebuah awan molekul runtuh untuk akhirnya membentuk bintang-bintang. Instabilitas Jeans sangat bergantung pada nilai kerapatan materi yang terkandung di dalam sebuah awan molekul. Syarat ini diturunkan oleh fisikawan BritaniaSir James Jeans pada tahun 1902. Kriteria Jeans atau panjang Jeans atau panjang gelombang Jeans adalah panjang gelombang gangguan yang dibutuhkan agar instabilitas Jeans tercapai. Kriteria Jeans dirumuskan sebagai berikut:
dengan   adalah konstanta gravitasi  adalah rapat massa dan   adalah kecepatan suara di dalam awan. Agar instabilitas Jeans dapat tercapai, panjang gelombang gangguan harus lebih besar daripada kriteria Jeans ini.
Bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga suhu meningkat.
Ketika pecahan awan antar bintang kolaps akibat ketidakstabilan, suhu di tengah pecahan meningkat. Bagian tengah akan memanas dan berubah menjadi protobintang (cikal bakal bintang) yang diselimuti gas berdebu (nebula kepompong). Detail evolusi protobintang sulit diamati karena terhalang gas dan debu. Suhu inti protobintang terus meningkat hingga memicu reaksi fusi di tengah bintang dan menahan terjadinya kolaps lebih lanjut. Setelah mampu menyingkirkan gas debu yang menyelimutinya, protobintang berubah menjadi bintang deret utama. Gas debu yang menyelimuti protobintang terdiri dari sebagian besar hydrogen. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
Panas dari protobintang akan memanasi awan yang menyelimutinya. Awan tersebut akan memancarkan radiasi inframerah sehingga keberadaan protobintang dapat diketahui. Contoh protobintang yaitu bintang kelas T Tauri. Biasanya pada protobintang juga ditemukan semburan gas (jet) dikenal sebagai benda Herbig-Haro (HH). Semburan gas diduga berasal dari pirigan yang berputar di sekeliling protobintang. Piringan yang mengelilingi protobintang inilah yang diduga menjadi cikal bakal planet yang mengitari sang bintang.
Evolusi protobintang dapat digambarkan pada diagram H-R. Waktu yang diperlukan untuk menjadi bintang deret utama bergantung pada massa. Semakin masif maka semakin cepat evolusi protobintang. Pada awan molekuler raksasa, dapat terbentuk lebih dari satu bintang. Gelombang kejut akan “memecah” awan molekuler raksasa ke dalam awan yang lebih kecil. Awan-awan ini kemudian membentuk gugus/ cluster bintang (kumpulan bintang yang lahir bersamaan).
Tipe-tipe gugus bintang yaitu:
1.         Gugus terbuka
Gugus terbuka berukuran sedang (30 tahun cahaya), berkumpul agak longgar, dan biasa ditemukan di piringan galaksi.
2.         Gugus globular
Gugus globular berukuran besar (1 juta bintang, 60-100 tahun cahaya), berkumpul rapat, dan biasa ditemukan di piringan dan halo galaksi.
Ketika massa protobintang kurang masif untuk memicu reaksi fusi maka protobintang akan gagal menjadi bintang. Hal ini terjadi jika massa protobintang kurang dari 8% massa matahari. Protobintang mendingin dan kolaps lebih lanjut akan dihentikan oleh tekanan degenerasi (tekanan kuantum). Protobintang akan menjadi katai kerdil coklat (brown dwarf) atau bintang gagal. Contohnya adalah Gliese (GL) 229 dan Gliese (GL) 623 (katai coklat dengan massa 50 kali massa Jupiter).

1 komentar: