Struktur, evolusi, dan
nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu,
komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil. Ruang
antar bintang diisi oleh materi yang kemudian disebut sebagai materi antar
bintang (instellar medium). Sebagian besar materi antar bintang adalah
hidrogen dan sisanya adalah helium serta elemen berat lainnya (3-28%).
Terkadang materi antar bintang nampak sebagai awan gas dan debu yang disebut nebula.
Gambar 2 menunjukkan suatu nebula. Berdasarkan pengamatan, di sekitar awan
tebal dari gas dan debu biasanya ditemukan bintang-bintang muda. Bintang diduga
lahir dari awan gas dan debu.
Gambar 2. Materi antar
bintang yang disebut nebula
Jika sebuah bintang cukup
panas, gas yang ada di dekatnya dapat terionisasi menghasilkan nebula emisi.
Nebula emisi merupakan nebula dengan spektrum emisi, biasanya menunjukkan
garis-garis Balmer yang cukup kuat karena jumlah hidrogen yang melimpah.
Terkadang sinar dari sebuah bintang terhambur oleh partikel debu di nebula,
sehingga nampak nebula berwarna biru yang disebut dengan nebula pantulan.
Keberadaan nebula yang tebal dan rapat dapat diketahui dari terhalangnya sinar
dari bintang-bintang jauh yang nampak sebagai awan gelap. Materi antar bintang
juga nampak dari garis serapan sempit kalsium dan natrium pada spectrum
beberapa bintang-bintang kelas O dan B. Bintang kelas O dan B terlalu panas
untuk memiliki spektrum kalsium dan natrium. Garis serapan bintang umumnya
lebar karena adanya pelebaran Doppler akibat suhu bintang yang sangat panas.
Keberadaan materi antar bintang juga dapat diketahui dari pengamatan pada
panjang gelombang inframerah, sinar X, dan radio.
Bintang terbentuk di dalam awan molekul. Awan
molekul yaitu sebuah daerah medium
antarbintang yang luas
dengan suhu 10-30 K dan kerapatan tertinggi yaitu 1000 atom/cm3. Sebagian
besar awan ini terdiri dari hidrogen,
helium, dan beberapa
persen elemen berat. Pada
suhu rendah tersebut hidrogen berada pada fase molekul, oleh karenanya dikenal
dengan nama awan molekul. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada
saat pembentukan alam semesta.
Gambar
3 menunjukkan pembentukan bintang dari awan molekul.
Gambar 3. Proses
pembentukan protobintang dari awan molekul
(Denny
Darmawan, 2008: 8)
Gravitasi mengambil peranan
sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Pembentukan bintang dimulai
dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul. Ketidakstabilan ini
seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua
galaksi. Akibat
ketidakstabilan tersebut sekelompok materi antar bintang menjadi lebih mampat
dari pada sekitarnya. Bagian luar awan tertarik oleh gaya gravitasi materi di
bagian dalam, akibatnya awan akan mengerut dan mampat. Peristiwa tersebut
disebut dengan kondensasi. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga
puluhan juta tahun.
Sekali sebuah wilayah
mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat
terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya
gravitasinya sendiri. Instabilitas Jeans adalah syarat sebuah awan molekul runtuh
untuk akhirnya membentuk bintang-bintang.
Instabilitas Jeans sangat bergantung pada nilai kerapatan materi yang
terkandung di dalam sebuah awan molekul. Syarat ini diturunkan oleh fisikawan Britania, Sir James Jeans pada
tahun 1902.
Kriteria Jeans atau panjang Jeans atau panjang gelombang
Jeans adalah panjang gelombang gangguan yang dibutuhkan agar instabilitas
Jeans tercapai. Kriteria Jeans dirumuskan sebagai berikut:
dengan
adalah konstanta
gravitasi,
adalah rapat massa dan
adalah kecepatan suara di dalam awan. Agar instabilitas Jeans dapat tercapai,
panjang gelombang gangguan harus lebih besar daripada kriteria Jeans ini.
Bintang tidak terbentuk
sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di
suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi
individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama
tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi
konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat. Pada proses ini energi
gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga suhu meningkat.
Ketika pecahan awan antar
bintang kolaps akibat ketidakstabilan, suhu di tengah pecahan meningkat. Bagian
tengah akan memanas dan berubah menjadi protobintang (cikal bakal bintang) yang
diselimuti gas berdebu (nebula kepompong). Detail evolusi protobintang sulit
diamati karena terhalang gas dan debu. Suhu inti protobintang terus meningkat
hingga memicu reaksi fusi di tengah bintang dan menahan terjadinya kolaps lebih
lanjut. Setelah mampu menyingkirkan gas debu yang menyelimutinya, protobintang
berubah menjadi bintang deret utama. Gas debu yang menyelimuti protobintang
terdiri dari sebagian besar hydrogen. Ketika peningkatan temperatur di inti
protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar'
menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti
bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga
proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai
bintang deret utama.
Panas dari protobintang
akan memanasi awan yang menyelimutinya. Awan tersebut akan memancarkan radiasi
inframerah sehingga keberadaan protobintang dapat diketahui. Contoh
protobintang yaitu bintang kelas T Tauri. Biasanya pada protobintang juga
ditemukan semburan gas (jet) dikenal sebagai benda Herbig-Haro (HH). Semburan
gas diduga berasal dari pirigan yang berputar di sekeliling protobintang. Piringan
yang mengelilingi protobintang inilah yang diduga menjadi cikal bakal planet
yang mengitari sang bintang.
Evolusi protobintang dapat
digambarkan pada diagram H-R. Waktu yang diperlukan untuk menjadi bintang deret
utama bergantung pada massa. Semakin masif maka semakin cepat evolusi
protobintang. Pada awan molekuler raksasa, dapat terbentuk lebih dari satu
bintang. Gelombang kejut akan “memecah” awan molekuler raksasa ke dalam awan
yang lebih kecil. Awan-awan ini kemudian membentuk gugus/ cluster bintang
(kumpulan bintang yang lahir bersamaan).
Tipe-tipe gugus bintang
yaitu:
1.
Gugus terbuka
Gugus terbuka berukuran sedang (30 tahun
cahaya), berkumpul agak longgar, dan biasa ditemukan di piringan galaksi.
2.
Gugus globular
Gugus globular berukuran besar (1 juta bintang,
60-100 tahun cahaya), berkumpul rapat, dan biasa ditemukan di piringan dan halo
galaksi.
Ketika massa protobintang kurang masif untuk
memicu reaksi fusi maka protobintang akan gagal menjadi bintang. Hal ini
terjadi jika massa protobintang kurang dari 8% massa matahari. Protobintang
mendingin dan kolaps lebih lanjut akan dihentikan oleh tekanan degenerasi
(tekanan kuantum). Protobintang akan menjadi katai kerdil coklat (brown dwarf)
atau bintang gagal. Contohnya adalah Gliese (GL) 229 dan Gliese (GL) 623 (katai
coklat dengan massa 50 kali massa Jupiter).
Alangkah lebih bagus kalau dicantumkan sumbernya :)
BalasHapus